Pola Kelekatan

Pernah ga ketemu temen yang susah banget deket sama orang. Atau orang yang melakukan hal hal ekstrim demi bisa diperhatiin orang. Atau orang yang dengan mudah deket sama orang, tapi ketika dekat dia mendorong orang pergi.

Ini semua adalah pola kelekatan


Pola kelekatan dibentuk sejak bayi oleh lingkungan terdekatnya, pola ini terbawa sampai dewasa sebagai bentuk interaksi antara manusia dan sekitarnya. Pola antara pengasuh dan bayi merupakan landasan yang penting bagi seseorang untuk berinteraksi di masa dewasa. Anak punya insting biologis untuk melekat dengan pengasuh. Walau bisa juga pengasuh bersikap mencintai, berjarak, menerima, menolak, abusive, sehat

Anak mengembangkan pola melekat berdasarkan usaha mereka memenuhi paling tidak sebagian kebutuhannya dari interkasi dengan pengasuh

Untuk bicara kelekatan, tidak lengkap kalau belum bicara soal Mary Ainsworth. Ainsworth mencoba menelaah ribuan jam pengamatan pola lekat ibu-bayi selamat bertahun tahun. Penelitian ini membawa sebuah pengamatan bernama “Strange Situation”. Dalam penelitian ini, anak diamati ketika mereka berpisah dengan ibunya

1. Kelekatan Aman (secure)
Pada anak dengan rasa melekat yang “secure”, mereka stres dan menangis ketika ibunya pergi. Tapi segera setelah ibunya kembali, mereka merasa senang dan setelah ditenangkan mereka kembali bermain lagi. Karena pengasuh memenuhi kebutuhan emosional ketika kecil, anak belajar bahwa pengasuhnya dapat dipercaya sehingga dia dapat merasa aman bereksplorasi

Anak-anak yang merasa melekat dengan ibu dengan aman (secure), akan mengembangkan pola melekat yang sehat saat masa dewasanya.

Namun bagi anak yang memiliki pola melekat “insecure”, peristiwa ibu yang pergi ini menjadi lebih kompleks. Anak yang pengasuhnya tidak responsif, menolak, mengabaikan, anak ini menghadapi kecemasan mereka dengan dua cara yang sangat berbeda....



2. Kelekatan avoidant

Anak seakan tidak terganggu oleh apapun disekitarnya. Mereka nggak nangis walau ibunya pergi, tapi juga nggak perduli waktu ibunya datang. Seakan semua sama saja. Kayanya bagus ya, anak jadi kuat? Tapi bukan demikian sebenarnya.

Sekalipun anak keliatan abai, nggak perduli ibu ada atau nggak (karena biasa diabaikan) tapi jika diukur detak jantung, akan terlihat bahwa detak jantungnya terus berada diatas normal. Sang anak terganggu secara konsisten tapi tidak merasa. Mereka dealing tapi nggak feeling. Sebagian besar ibu (dalam penelitian ini) dari anak yang avoidant, mereka tidak suka menyentuh anaknya. Ada kesulitan bagi ibu untuk menyentuh dan memeluk, menunjukkan ekspresi wajah, suara, dan pola ritmik yang disukai bayi untuk menenangkan mereka



3. Kelekatan anxious

Anak secara konsisten menangis, berteriak, marah, untuk menarik perhatian dari orang tua. Tapi sekalipun orang tua memerhatikan, hal ini tidak menenangkan sang anak. Seakan anak berasumsi, kalau saya tidak bereaksi kuat, maka pengasuh tidak memerhatikan. Sang anak ingin dekat dengan orang tuanya, tapi disaat bersamaan juga tidak terlalu merasa tenang/percaya/ ketika berada disekitar orang tuanya.

Seakan anak begitu takut untuk ditinggalkan lagi.

Kamu gitu gak? Selalu takut ditinggalkan




Anak avoidant cenderung mem-bully anak lain, dan biasanya korbannya adalah anak yang anxious. Yang anxious ingin takut ditinggal sehingga sulit membangun hubungan sehat. Yang avoidant sulit merasakan emosi sendiri dan juga emosi orang lain sehingga rentan menjadi pelaku bully

Kalau avoidant adalah pola menghindar, anxious adalah pola mendekat, secure adalah pola sehat antara mendekat dan menghindar, tapi selain itu ada pola lain yang cukup rumit

Pola keempat adalah pola yang tidak berpola....

4. Kelekatan disorganized
Sekitar 15% dari anak dalam penelitian ini kebingungan bagaimana melekat dengan pengasuhnya. Kenapa? Karena pengasuhnya adalah sumber rasa aman tapi disaat bersamaan juga sumber bahaya juga bagi sang anak. Misal: abusive parent. Anak dengan pola “disorganized” mengalami dilema. Mereka nggak bisa mendekat dengan cara aman, nggak bisa juga dekat dengan anxious, tidak bisa juga avoidant. Karena sang pengasuh adalah sumber rasa aman, tapi juga sumber teror sekaligus.

Bisa bayangkan misal, kadang bayi diasuh dengan biasa tapi kadang pengasuh berlaku abusive. Anak juga jadi bingung, mereka butuh melekat dengan aman tapi pengasuhnya tidak memiliki pola konsisten. Abusive ini ga harus fisik lho ya, bisa juga abusive secara emotional/neglect.

Orang tua yang memiliki trauma yang belum selesai juga rentan menjadikan anak disorganized. Jika orang tua sehat berusaha memenuhi kebutuhan bayinya, seseorang dgn trauma akan kesulitan menemukan tanda sederhana kebutuhan bayi. Kadang malah dia berharap ditenangkan oleh sang bayi.

Orang disorganized ingin dekat tapi juga takut dekat. Saat dewasa (atau sejak kanak) terlihat pola. Mereka mudah dekat dengan orang asing, tapi tidak percaya dengan orang itu.

Pengen dekat tapi takut. Kalau udah dekatpun, malah kita dorong pergi. Apa kamu juga ngerasa gini?

Mungkin ada pertanyaan, lalu gimana? Kalo udah jadi dewasa dan keluar dari rumah dan kemudian menemukan tempat aman apa bisa membaik?

Sejauh ini tidak ada bukti demikian, pola akan tetap. Pola ini terbawa terus hingga ada "pembelajaran" pola baru yg pasti akan panjang dan rumit. Baik kamu memiliki pola secure, avoidant, anxious, atau disorganized, sadari pola ini ya. Dan jika pola ini mengganggu kehidupanmu, ada baiknya kita "mempelajari" pola baru bersama konsultasi psikologis tatap muka

Tidak ada komentar